Kopi, kata Totok, bisa menjadi alternatif untuk menjadi komoditas unggulan para petani Dieng yang kini kebanyakan masih menanam sayuran. Di luar kentang yang sedang hancur lebur, petani Dieng juga terbiasa menanam kubis dan wortel.
Bukannya membaik, kubis dan wortel yang juga banyak ditanam di daerah lain semakin kehilangan nilai ekonomisnya. Bukannya untung, terkadang petani justru buntung.
"Memang perlu tanaman yang lain. Karena kalau sayuran itu kan panennya serentak dan tidak bisa disimpan," dia menjelaskan.
Konversi hutan lindung menjadi lahan pertanian intensif juga membuat tanah di Dataran Tinggi Dieng semakin tak sehat. Pun, ancaman bencana alam seperti longsor meningkat.
Karenanya, tanaman kopi yang juga bernilai konservasi akan menjadi pilihan yang cukup masuk akal untuk ditanam di Dataran Tinggi Dieng. Tanaman berkayu keras dan berumur panjang sedikit demi sedikit akan memperbaiki sturuktur tanah.
Tak sekadar wacana, Pemkab Banjarnegara juga sudah mulai melangkah. Salah satunya berkomunikasi dengan Islamic Development Bank (IDB) untuk bekerjasama membangun pertanian terpadu.
Kulit kopi, sampah pertanian hingga semak dan rumput akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Diketahui, Dieng punya plasma nutfah yang benar-benar unggul, yakni domba Batur. Sebaliknya, domba batur secara bertahap akan menyuplai kebutuhan pupuk dan bertahap akan mengubah budaya pertanian kimia menjadi organik.
"Sumber daya genetik domba batur itu satu-satunya itu ya hanya di Batur," ucap Totok.
Rencananya Dinas Pertanian akan mengembangkan pertanian terpadu itu di Kecamatan Pejawaran, Batur, Karangkobar, hingga Wanayasa. Kawasan ini akan disulap menjadi wilayah pertanian berkelanjutan yang bernilai konservasi.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Sensasi Mengelupas EMBUN ES atau BUN UPAS Dieng, Dampak Aphelion?
https://ift.tt/2WxcfWD
March 28, 2019 at 08:00PM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com https://ift.tt/2WxcfWD
via IFTTT
No comments:
Post a Comment